Selasa, 29 Mei 2012

WISATA AKHIR TAHUN PELAJARAN 2011/2012

WISATA .....2011/2012...cemon bro.......!!!!




 Sembari menunggu pengumuman hasil Ujian Nasional,siswa kelas 6 beserta dewan guru mengadakan wisata bareng.Program ini memang sudah menjadi bagian agenda sekolah,yang dirancang dan di persiapkan sejak awal tahun ajaran.Melihat kegembiraan yang terpancar di wajah anak anak sungguh sebagai kebahagiaan yang tak ternilai harganya.Kerukunan ,kekompakan,keceriaan semua terpancar di wajah mereka.Seakan tiada beban lagi yang harus mereka pikul,Ada 3 tempat tujuan wisata kami yaitu:Taman Kyai Langgeng,Candi Borobudur,dan Malioboro Jogyakarta.

Mereka sangat menikmati liburan ,tak anyal jika mereka sangat gembira,karena memang baru pertama kali mereka pergi jauh dari kampungnya.Diawali di Taman Kyai Langgeng.Mereka bermain,berenang sampai cukup lama dan akhirnya kami menunju tempat wisata yang merupakan salah satu keajaiban dunia itu membuat mereka berdecak kagum,tingkat demi tingkat kami mengiringi langkah mereka,sambil sesekali menjadi ala guaide menjelaskan apa itu arupadatu,kamadatu stupa dan lain lain.Ya.....di sinilah Candi Borobudur kami berwisata bersama.Setiap anak bernafsu untuk ingin tahu.

Tawa dan teriakan kecil membuat hati ini bahagia,walau harus bermandi keringat karena terik sang surya.Dengan ekspresi dan action mereka saling bergantian mengambil foto di arena Candi Borobudur ini.
Tak pernah sekalipun kami menyaksikan kegembiraan mereka seperti hari itu.Berbagai pernik souvenir mereka beli.Dari Kaos,mainan,gantungan kunci,dan barang kerajinan lain mereka borong.Wow........mobil serasa angkutan umum....tidak mengapa,penting mereka bahagia.Puas menikmati candi Budha itu..................................Perjalananpun melaju ke Malioboro....disini anak2 kembali bergembira...mereka kembali bertemu orang asing seperti kala di Borobudur.Jalan jalan dari ujung malioboro utara sampai selatan....tak lelahnya mereka mondar mandir.Di sini kami mengawasinya dari kejauhan,kami biarkan mereka bebas menikmati indahnya Malioboro...semoga tahun depan kami masih bisa mengunjunginya lagi,

Minggu, 20 Mei 2012

Peran Perempuan dalam PAUD
  • Oleh : Inten Rahmasari
 0
 0
BICARA soal perempuan, yang terekam dalam benak siapa pun, termasuk di benak perempuan, adalah makhluk yang memiliki kelembutan, feminitas, dan sensualitas pemicu libido seksual kaum maskulin.

Tak ayal, dalam kaitan dengan segala komoditas, baik produk perlengkapan rumah tangga, elektronik, automotif, maupun produk kecantikan, perempuan jadi simbol hasrat pasar. Sekalipun produk itu tak berhubungan dengan feminitas, perempuan terkadang tetap diasosiasikan sebagai pemantik selera konsumen (pasar).

Produk telepon seluler yang semestinya tak berhubungan dengan sensualitas perempuan, misalnya, toh tetap diiklankan lewat kemolekan tubuh perempuan. Bahkan berkesan kemanfaatan produk itu tak semenarik keindahan dan feminitas tubuh perempuan. Pertandingan tinju pun tanpa wanita seksi, tak menarik dinikmati oleh para pejudi.

Kelebihan perempuan yang tak dimiliki kaum lelaki dimanfaatkan oleh siapa pun, baik oleh perempuan maupun lelaki. Pemilik modal pun getol mengeksploitasi makhluk Tuhan paling seksi itu.

Tak Mengubah

Meski gerakan perempuan mengaktualisasikan persamaan gender lewat gerakan revolusioner sekalipun, sebenarnya tak mampu mengubah pandangan perempuan sebagai kaum “lemah” yang lazim diperebutkan, dipertaruhkan, dieksploitasi. Itu dapat dicermati dari perlakuan terhadap perempuan sejak zaman primitif sampai zaman beradab, dari zaman penjajahan sampai zaman kemerdekaan.

Kelebihan perempuan yang tak pernah dimiliki lelaki, seperti penyabar, keibuan, telaten, manut, nurut, dan tahan uji ternyata dapat diwujudkan untuk mengembangkan profesi yang bermanfaat bagi kemajuan bangsa. Ya, perempuan-perempuan cerdas itu memanfaatkan kelebihan, tanpa mempertontonkan kemontokan dan kemolekan tubuh, untuk melakukan sesuatu.

Lihat saja kemerebakan pendidikan anak usia dini (PAUD), play group, kelompok bermain, raudlatul atfal yang merupakan kecerdasan perempuan dalam memanfaatkan kelebihan. Dari sekian lembaga pendidikan yang tak masuk peta pendidikan dasar di Indonesia itu, perempuan yang terlibat 90% lebih. Apalagi tenaga pengajar hampir 99% perempuan. Di Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, misalnya, tak satu pun lelaki pengajar TK.

Namun benarkah para perempuan itu menjalani profesi tersebut berdasar kesadaran betapa penting pendidikan anak usia dini? Atau, sekadar mencari kesibukan?
Ana Indarti, guru TK Pertiwi Kalisegoro, Gunungpati, menyatakan menjalani profesi itu karena prihatin anak-anak tak memperoleh pendidikan memadai pada usia emas.

Anak yang masih memerlukan pendidikan dan bimbingan pada usia emas itu butuh bermain, belajar, mengembangkan kecerdasan, tanpa bimbingan orang tua. Anak acap diperlakukan sebagai orang dewasa mini: mampu berbuat dan mengembangkan potensi, dan mengambil keputusan sendiri. Sementara, kedua orang tua mereka sibuk bekerja.

Teman sejawatnya, Juwariyah AMa, menyatakan perkembangan kecerdasan anak yang pesat terjadi sejak anak baru lahir sampai usia lima tahun. Jadi anak-anak perlu pendidikan yang tepat pada masa emas.

“Dr Keith Osborn mengemukakan, kreativitas anak meningkat pada usia tiga tahun dan mencapai puncak pada usia empat setengah tahun. Hampir 50% potensi kecerdasan anak terbentuk pada usia empat, kemudian bertahap mencapai 80% pada usia delapan tahun,” katanya.

Peluang Menjanjikan

Mengapa lelaki tak mengambil peran untuk memberikan pendidikan pada anak pada usia emas itu sebagai peluang usaha yang menjanjikan? Misalnya, mendirikan PAUD atau menciptakan sarana bermain dan peluang usaha lain.

Lelaki memang dapat melakukan pekerjaan itu, tetapi tidak sebagai tenaga pengajar PAUD. Sebab, lelaki tak mampu menandingi kelebihan perempuan yang mempunya sifat keibuan dengan berbagai kemampuan lain yang melekat. Tanpa mengedepankan keindahan tubuh, perempuan tetap mampu berbuat untuk diri sendiri dan orang lain. Sementara dengan keper-kasaan mereka, lelaki tak mampu melakoni semua itu.

Benarkah lelaki tak mampu? Meski tak banyak, ada pula lelaki yang jadi tenaga pengajar di TK dan sejenisnya. Mengapa tak banyak? Sebab, menjadi pengajar di PAUD memang tak menjanjikan.

Di tengah kehidupan yang cenderung hedonistis ini, hanya perempuan pengabdi yang mampu melakukan. Perempuan yang mengubah nalar: dari perempuan yang selalu memanfaatkan keindahan tubuh sebagai sarana menguasai (dan dikuasi) pasar menjadi perempuan pengabdi kemanusiaan.

Benarkah perempuan telah berafirmasi di wilayah yang tak mengedepankan (semangat) feminisme untuk melakukan sesuatu, tetapi lebih ke wilayah pengabdian pada bangsa? Manusia yang lebih mementingkan hidup bukan sekadar materi sebagai wujud keberhasilan hidup, melainkan mengimani hidup lebih peduli.

Absurd memang. Di tengah keglamoran dunia, dengan keserbamewahan, hidup hanya didasari materi dan ketinggian nilai konsumtif, para pe-rempuan itu tetap menjadi sosok pengabdi.

Tak Seimbang

Benarkah pemerintah dengan segala kebijakan, pemilik yayasan dengan segala keterbukaan, wali murid dengan keikhlasan, tak mampu menyejahterakan tenaga pengajar PAUD? Para perempuan itu tak pernah memikirkan, meski sebenarnya mengharap. Pekerjaan yang mereka lakukan dengan kemuliaan itu tak seimbang dengan rupiah yang mereka peroleh. Betapa tidak?

Jadi guru PAUD secara profesional memang tak menjanjikan. Pendidikan PAUD yang belum masuk lembaga pendidikan formal merupakan indikasi kesuraman masa depan para perempuan pengabdi itu dalam soal penghasilan.

Dengan rupiah tak seberapa, jauh dari upah minimum regional (UMR), mereka harus sabar mengajar, rapi berdandan, luwes bergaul, contoh bagi masyarakat. Semua itu harus mereka lakukan secara profesional.

Itulah masa depan yang belum berkejelasan arah, karena tak ada jaminan kesejahteraan. Sebab, tak ada kebijakan pemerintah di bidang  pendidikan yang mewajibkan anak bersekolah di taman kanak-kanak.

Ya, perempuan memang lemah. Namun mereka kuat dalam cara pandang di tengah penyudutan sebagai makhluk yang dimanfaatkan pasar.  Para ibu itulah, lewat pendidikan informal (rumah), pendidikan yang pertama dan utama, yang berperan penting dalam perkembangan generasi penerus. Tanpa perempuan, sungguh kehidupan menjadi tak bermakna. (51)

Sabtu, 19 Mei 2012

percakapan 2


PERCAKAPAN

SEBagai Adam, kupetikkan  untukmu
Sekuncup tangkai mawar  dari taman firdaus
Lantaran dikilatan mata mu itu
Ku lihat pantulan takdir
“”””” adakah kau bagian dari daftar rahasia itu?
Seperti juga
Kakikata masa depan
Panjang pendek usia


Tak penting lagi?
Apakah kau akan masih memilih
Atau Kau
Yang terpaksa memilih Aku!
Sebab kliklak waktu sudah terlanjur memotret
Prasasti di belahan gunung itu

Tak perlu menunggu meski engkau dikawini ragu
Andai saja ???
Ya andai saja engkau tersedia obsi untuk memutar balik jarum jam itu
Sudah terlalu tercabar lebih dini
Gerakan magma gunung yang terlanjur menggumpal
Dan tidak sekali timbul gempa keraguanlagi
Lindap malam tinggal berapa depa
Gelap sebentar  lagi lesap oleh cakrawala
Mari kududukkan di tersas pangkuan
Menjaga
Keraguan pergi

MEMBANGUN KECINTAAN LINGKUNGAN

Membangun Kecintaan pada Lingkungan

  • OlehInten Rahma Sari
INDONESIA memiliki hutan 144 juta hektare. Itu merupakan 75% luas daratan. Namun, berdasar laporan FAO tahun 1990, hutan kita tinggal 109,5 juta hektare. Karena setiap tahun hutan berkurang 3,5 juta hektare, kini yang tersisa tinggal 98 juta hektare (Rusmono: 2006).
Ada perkiraan hutan seluas itu menyimpan 4.000 jenis pohon kayu. Berdasar data Departemen Kehutanan, pohon berdiameter 40 cm sebanyak 3.233 jenis yang meliputi 106 famili dan 785 genus. Dari 3.233 jenis itu ada 259 jenis kayu yang sudah dikenal dalam perdagangan (Gatot Setiadji: 2006).
Hutan berperanan sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Selain sebagai produksi kayu, rotan, damar, hutan juga habitat hidup keragaman hayati dan hidro-orologi. Hutan juga bermanfaat bagi pendidikan dan pengembangan penelitian ilmu pengetahuan, tempat tinggal, dan bagian dari sistem budaya masyarakat, sumber mata pencaharian, penghasil oksigen, paru-paru dunia, pengatur iklim, serta penyerap gas perusak ozon dan gas rumah kaca.
Kerusakan hutan yang begitu cepat sebagian besar akibat ulah manusia. Misalnya, pembalakan liar, penebangan besar-besaran, dan pemanfaatan berlebihan oleh masyarakat di sekitar hutan. Pengalihan fungsi hutan menjadi lahan pertambangan, permukiman, pariwisata, perkebunan, dan pertanian juga memicu kerusakan hutan. Ironisnya, para perusak hutan justru orang-orang kaya dan berpendidikan.
Pemerintah memang telah melakukan banyak upaya untuk mengatasi kerusakan hutan di Indonesia. Namun upaya itu tak mampu mengimbangi tingkat dan luasan kerusakan hutan.
Kini, Departemen Kehutanan mencanangkan program pelestarian hutan yang dikenal dengan nama Kecil Menanam Dewasa Memanen (KMDM). Salah satu kota di Jawa Tengah yang terpilih melaksanakan program itu adalah Kota Semarang dengan pelaksana Dinas Pertanian.
Sasaran program KMDM adalah para siswa sekolah dasar (SD) dan ma-drasah ibtidaiyah (MI) baik negeri maupun swasta. Sebagai langkah awal, KMDM di Kota Semarang diikuti lima SD, tiga MI, satu sekolah luar biasa (SLB), satu taman kanak-kanak (TK), dan semua petugas pertanian kecamatan (PPK).
Program KMDM mengacu ke Keputusan Menteri Kehutanan Nomor P41/Menhut-11/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan KMDM dan Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian Kota Semarang Nomor 522.05/2267 tertanggal 10 Oktober 2006 tentang Pembentukan Panitia Penyelenggara dan Peningkatan Keterampilan KMDM. Sebagai kota besar dengan polusi sangat tinggi di tengah kerusakan hutan begitu cepat, penghijauan adalah pemecahan terbaik untuk mengurangi ancaman bencana.
Penghijauan terutama bisa dilakukan di wilayah Gunungpati dan Mijen yang merupakan daerah sabuk hijau Kota Semarang. Selain itu, penghijauan berguna untuk memenuhi hak warga memperoleh kesejukan dan kenyamanan.
Karena itu, Pemerintah Kota berupaya memenuhi kebutuhan dan keinginan warga dengan menciptakan lingkungan sehat, nyaman, bersih, dan bebas polusi. Perwujudan upaya itu adalah dengan pencanangan gerakan penghijauan pada 17 Januari 2003. Acara itu ditandai dengan penanaman 100.000 pohon.
Pemerintah juga tak henti-henti memberikan bantuan bibit tanaman buah atau tanaman perindang kepada warga kota. Bila dihitung dari waktu pencanangan sampai sekarang, berapa juta tanaman yang telah ditanam pemerintah dan warga kota?
Di lapangan ternyata sedikit sekali pohon hidup dengan baik. Bahkan tak sedikit yang mati. Hal itu akibat kesadaran masyarakat untuk merawat tanaman masih kurang. Keikutsertaan masyarakat dalam program KMDM sangat perlu karena hakikat penghijauan kota merupakan kegiatan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
KMDM bertujuan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap para kepala sekolah, guru, PPK, komite sekolah, orang tua siswa. Jadi, mereka bisa mempunyai pemahaman yang sama dan berperan serta. Upaya itu juga untuk menumbuhkembangkan minat dan kepedulian masyarakat terhadap arti, fungsi, dan manfaat hutan dan lingkungan. Juga agar masyarakat memahami bahwa upaya hutan dan lingkungan mutlak bagi kehidupan.
Murid sekolah dasar menjadi sasaran program agar sejak usia dini sudah mengenal betapa penting manfaat hutan bagi manusia. Dengan harapan, kelak, mereka menjadi kader pencinta alam, baik sebagai birokrat, pendidik, atau penyuluh. Sebagai orang tua, kelak, mereka mampu menanamkan pengertian kepada anak-anak betapa penting kepedulian terhadap lingkungan.
Anak-anak, sebagai generasi penerus, memiliki peran strategis dan potensial dalam pelestarian hutan atau lingkungan. Hal itu bisa diwujudkan ketika mereka bermain atau berkegiatan.
Kegiatan Bina Cinta Hutan dan Lingkungan, misalnya, bisa dijadikan model pembelajaran KMDM di sekolah. Bentuk kegiatan dapat disesuaikan dengan lingkungan sekolah masing-masing. Adapun acuan pelaksanaan KMDM di sekolah dibuat oleh Dinas Pertanian.
Kelas I-III, misalnya, dilatih menanam bibit tanaman yang disediakan secara tepat. Siswa juga diajak merawat tanaman tersebut. Kelas IV-VI dilatih membuat bibit tanaman di kebun bibit sekolah (KBS) yang disediakan sekolah masing-masing. Sekolah menentukan bibit yang hendak disemai, entah berupa tanaman kayu, perindang, atau buah, sesuai dengan karakteristik geografis masing-masing.
Bibit bisa di tanam di lingkungan sekolah, turus jalan, lahan sekitar sekolah, atau lahan milik wali murid dan masyarakat. Perawatan bibit di sekolah diserahkan kepada para murid. Bisa pula sekolah mengembangkan tanaman hias dalam pot, sayuran, dan lain-lain. TK Alam Ar-Ridha, misalnya, mengembangkan tanaman sayur-sayuran, antara lain tomat.
Waktu belajar siswa di SD cukup panjang. Bila KDMD dilakukan dengan baik dan berkesinambungan, kemungkinan siswa bakal merasakan hasil panen tanaman yang mereka tanam. Dengan demikian, sekolah bisa menjadikan program KMDM sebagai sarana yang tepat bagi siswa untuk membina kecintaan terhadap hutan dan lingkungan. Apalagi bila substansi program itu diselipkan dalam setiap mata pelajaran, tentu harapan bahwa mereka bisa menjadi kader pelestari lingkungan masa depan bukan harapan kosong belaka. (11)

percakapan

Percakapan

Hari ini aku masih mencintaimu
engkau?


Jumat, 18 Mei 2012

TEKONOLOGI UNTUK PENDIDIKAN

Teknologi untuk Pendidikan


  • inten rahmasari

KINI, penerapan teknologi untuk pendidikan sudah sangat mendesak. Sekolah bertanggung jawab mempersiapkan anak didik memasuki era globalisasi untuk menghadapi tantangan yang berubah sangat cepat. Salah satu tantangan yang dihadapi siswa adalah menjadi lulusan (pekerja) yang lebih bermutu.

Penyiapan lulusan menjadi pekerja bermutu sangat penting. Mengingat, hanya 30% lulusan SMA di negeri ini yang mampu melanjutkan ke perguruan tinggi. Selebihnya jadi pekerja. Sebagian lulusan yang tak melanjutkan pendidikan semestinya mendapat bekal penguasaan teknologi memadai, tanpa mengesampingkan lulusan yang melanjutkan ke perguruan tinggi.

Pemanfaatan teknologi untuk proses pembelajaran di sekolah perlu. Sebab, yang terpenting dalam reformasi pendidikan bukan kemampuan menggunakan teknologi, melainkan lebih pada kemampuan membangun inovasi dan kreativitas menghadapi masa depan yang lebih kompetitif secara global.

Membangun kreativitas anak didik dalam proses pembelajaran, baik di kelas maupun luar kelas, hanya dapat dilakukan para guru kreatif. Bukan guru yang cuma dapat menggunakan peralatan berteknologi canggih.

Salah Kaprah

Selama ini penggunaan teknologi di dunia pendidikan lebih identik dengan komputerisasi. Bahkan muncul anggapan, belajar yang paling baik adalah lewat internet. Sebab, muncul asumsi melalui internet, siswa mampu mengakses berbagai ilmu pengetahuan. Banyak guru pula memberikan tugas lewat internet.

Namun terkadang kita tak menyadari, di balik kecanggihan internet, siswa dapat terjerumus menghadapi banjir informasi yang lebih kejam dalam membunuh karakter dan kepribadian anak. Lihat, betapa mudah kita mengakses foto bugil dan film porno dari internet.

Betapa sekarang para guru tak terkejut jika membaca berita di Kompas.com bahwa seorang siswa SD di Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir, mengakui menyisihkan uang jajan setiap hari untuk bermain game online di warnet selama satu jam penuh. Sehari saja tak pergi ke internet, dia pusing. Bahkan anak itu sekarang sudah tak lagi jajan di sekolah. Dia sudah kecanduan internet, sehingga cenderung malas belajar.

Apakah dia hanya bermain game online? Bagaimana dengan siswa dan anak-anak kita? Apakah kita yakin mereka belum melihat video porno Luna Maya-Ariel-Cut Tari atau film porno yang lain? Padahal, mereka baru duduk di bangku SD atau SMP bukan?

Kesalahpahaman penggunaan teknologi itu muncul lebih karena pemasaran dari bisnis tertentu oleh orang-orang dengan kepentingan tersendiri. Atau, kita banding-bandingkan dengan pendidikan di luar negeri yang bermutu. Namun, bagaimana dengan negara kita yang masih jadi konsummen produk luar negeri? Lihat saja rasio penggunaan komputer untuk siswa, yakni satu komputer untuk 2.000 orang. Jelaslah pembelajaran dengan komputer dan e-learning bukan pemecahan.

Pembelajaran bukan upaya mengejar sebanyak-banyak materi yang dapat diberikan kepada siswa atau kemampuan menggunakan teknologi canggih. Namun, bagaimana meningkatkan mutu proses pembelajaran. Pembelajaran praktik, terutama di sekolah dasar, adalah pilihan bijak. Teknologi canggih hanya sebagian dari teknologi untuk menciptakan proses pembelajaran yang bermutu.

Di negara maju pun tidak selamanya proses pembelajaran menggunakan teknologi canggih. Guru-guru di Jepang, misalnya, masih menggunakan teknologi seperti realitas (barang asli) yang sederhana. Dulu, mereka mengajarkan bahasa dengan komputer “call”.

Namun kini mereka menggantikan dengan bahan dari kertas. Guru memanipulasi bahan menjadi peraga yang dapat meningkatkan imajinasi sebagai media pembelajaran paling efektif.

Penggunaan teknologi sesederhana mungkin jauh lebih efektif untuk membangun kreativitas siswa. Penggunaan teknologi canggih justru membuat siswa pasif dalam belajar karena hanya disuapi. Teknologi canggih seperti komputer sebenarnya akan merendahkan mutu pendidikan jika diposisikan sebagai satu-satunya alat.

Pembelajaran aktif seperti e-learning yang hanya mengajak siswa memanipulasi mouse sambil berkomunikasi dan nonton layar monitor akan membunuh kreativitas karena outcome-nya sangat ditentukan.

Tugas Guru

Tantangan bagi dunia pendidikan saat ini adalah meningkatkan kemampuan guru untuk melakukan pembelajaran aktif. Bukan menyiapkan guru yang mampu mengoperasikan peranti berteknologi canggih.

Perubahan itu harus terus dilakukan oleh jajaran pendidikan. Di mana siswa belajar? Siswa mampu berpikir kreatif, reflektif, bahkan menghayati topik yang dipelajari. Anak mampu memikirkan pikiran mereka sendiri dalam cakupan pertanyaan lebih luas dan tak hanya berkait dengan aspek kognitif.

Penerapan teknologi di dunia pendidikan perlu diintegrasikan dalam perencanaan semua aspek pengembangan secara seimbang.

Penyediaan teknologi bukan semata-mata proyek pengadaan barang, yang setelah terbeli menjadi barang inventaris sekolah sebagai pelengkap akreditasi.

Pemecahan terbaik adalah menciptakan guru kreatif yang mampu mengajarkan ilmu sains roket hanya dengan whiteboard maker sebagai alat peraga. Atau, mengajar tentang alat komunikasi telepon dengan dua kaleng yang dilubangi untuk mengaitkan dua utas benang yang berhubungan sebagai peraga komunikasi di sekolah dasar. Guru tak hanya menggantungkan pembelajaran dengan menonton film animasi untuk menjelaskan materi itu.

Pertanyaannya, apakah guru yang mampu mengajarkan perihal alat transportasi modern dengan kayu yang dibentuk seperti mobil dengan roda dari sandal jepit bekas adalah guru gagap teknologi (gaptek)? Apakah guru yang mengajarkan cerita rakyat dengan peraga wayang alang-alang ketinggalan zaman? Bukankah teknologi sederhana dan bentuk apa pun dapat digunakan selama dapat meningkatkan kreativitas siswa? (51)

-INTEN RAHMASARI

SAKSI MATA


Saksi mata
Sore itu, perempuan itu tidak sendiri. Ia bersama lelaki yang baru ia kenal lewat jejaring social yang di up-date dari laptopnya. Berjalan jauh. Melewati bukit, sungai, jembatan dan pepohonan yang rindang. Kadang-kadang jurang terjal berada di samping kiri kanan menambah ngeri perjalanan sore itu.
Sudah begitu lama perjalanan itu namun tak jua sampai pada tujuan. Entah mengapa? Barang kali perjalanan sore itu memang tidak bertujuan. Namun tidak dengan batin perempuan dan lelaki itu. Mereka berjalan jauh banyak tujuan yang jumlahnya tak terbilang, sepuluh, seratus bahkan seribu atau sejuta. Banyak, itu ungkapan pembilang jumlah yang layak disebutkan.
Matahari masih sedikit terlihat kekuningan, yang sebentar lagi pulang ke pelaminan. Perempuan itu mengikuti gerakan roda yang dikendarai  lelakinya.  Dengan  dokar Jepang yang berbahan bakar premium perjalanan jauh tak begitu terasa pedihnya. Roda-roda itu berputar, terus berputar meski kadang iri dengan perempuan itu yang tak mengerti beratnya putaran roda mendaki bebukitan terjal dan berliku. Iri, diatas roda itu dua tangan perempuan itu bererat-erat memegang pinggang lelaki.  Dingin barang kali. Terbukti dekapan tangan perempuan itu enggan lepas meski kelokan jalan membuat putaran roda ingin sekali melepaskan tangan lentik itu.
Matahari terasa cepat meninggalkan tempat itu. Tak teratur putaran mentari siang itu, batin perempuan yang duduk di atas putaran roda itu. Yah! Perasaan orang yang tengah bersenang-senang memang sering mengabaikan abdi makhluk lain. Termasuk matahari yang merupakan makhluk paling setia pada time schedule yang telah di gariskan oleh pencipta, Tuhan YME. Pernahkah matahari terbit tidak tepat waktu. Meski mendung, sang raja siang itu tetap setia pada hukum-hukum yang telah menjadi sunah. Tidak dengan dua makhluk Tuhan yang berakal itu. Sudah berkali ulang mengubah schedule yang telah digarirkan oleh kesepakatannya dengan waktu sebagai anak sejarah.
Tak lagi memerah, sinar mentari yang merajai energy bumi. Mungkinkah kehabisa energy atau bosan dengan dua insan yang tak setia pada waktu. Yah, waktu untuk berjuang